ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Investasi Dalam Upaya Penanggulangan TBC Harus Ditingkatkan untuk Eliminasi 2030

March 30, 2022 by  
Filed under Kesehatan

Vivaborneo.com, Yogyakarta — Side event rangkaian pertemuan pertama Health Working Group (HWG) dalam rangkaian Hari Tuberkulosis (TBC) Sedunia yang berlangsung di  Hotel Hyatt Regency Yogyakarta, pada 29-30 Maret 2022, menghadirkan empat sesi pembahasan.

Dengan tema “Pembiayaan Penanggulangan TBC: Mengatasi Disrupsi Covid-19 dan Membangun Kesiapsiagaan Pandemi Masa Depan”, side event ini berlangsung atas kerjasama Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bersama Stop Tuberkulosis Partnership Indonesia (STPI).

Pada sesi pertama, Direktur Eksekutif Stop TB Partnership, Lucica Ditiu saat memimpin diskusi mengatakan, TBC adalah penyakit yang sudah muncul jauh sebelum Covid-19. Namun, dengan munculnya Covid-19 kondisi TBC semakin jauh memburuk.

Menariknya, 50% dari kasus TBC berada di negara G20, sehingga jika semua negara G20 mampu melakukan eliminasi TBC di negaranya masing-masing, maka kita hanya perlu fokus kepada 50% lainnya.

“TBC adalah penyakit yang dapat disembuhkan, hanya saja kita kekurangan sumberdaya dan juga perhatian pada isu ini. TBC perlu diperlakukan sama dengan Covid-19, mendapatkan perhatian yang sama, melihat pada gejala dan kondisi dari kedua penyakit ini yang sangat mirip. Oleh karena itu, kita memiliki tanggung jawab moral untuk mengakhiri TBC di negara kita,” ujar Lucica.

Pada sesi dua, : Pendekatan Alternatif dan Inovatif untuk Memperluas Akses Pendanaan untuk Akhiri TBC.

Pandemi telah memperlihatkan bahwa terdapat krisis kesehatan endemik seperti tuberkulosis. Di Asia Pasifik, TBC telah membunuh lebih dari 60% lebih banyak jika dibandingkan Covid-19 pada dua tahun terakhir. Selain itu, 60% dari jumlah kasus TBC dunia berasal dari enam negara dengan beban TBC tertinggi.

Situasi ini seakan menjadi ajakan untuk membuat penanggulangan TBC sebagai prioritas. Kita telah melihat secara langsung bahwa pemerintah dan sektor swasta telah bersatu untuk berhasil memerangi Covid-19. Perjuangan serupa akan dibutuhkan untuk memerangi TBC.

Dalam sesi yang dipimpin oleh Staf Khusus Menteri Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Prastuti Soewondo, S.E., M.PH., Ph.D. ini,  diharapkan pemimpin dunia mampu memobilisasi sumber daya empat kali lipat dari sebelumnya.

Ini untuk pengobatan dan pencegahan TBC sebesar 9,8 miliar USD dan penelitian dan pengembangan sebesar 2,4 miliar USD setiap tahunnya. Hal ini diperlukan karena kesehatan memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi.

Pembiayaan penanggulangan TBC memerlukan upaya multisektor dan sistematik untuk investasi yang lebih rasional dan sesuai dengan beban serta dampak epidemi ini terhadap kesehatan masyarakat dan ekonomi.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, H.E. Budi Gunadi Sadikin memimpin perwakilan Indonesia dalam side event TBC G20.

Negara-negara G20 didesak untuk menjalin kemitraan yang efektif dengan semua pemangku kepentingan terkait, termasuk penyintas TBC, anggota parlemen, masyarakat sipil, lembaga teknis dan multilateral, sektor swasta, bank pembangunan, dan filantropi.

Di sesi ketiga : Pengembangan Airborne Infection Defence Approach (AIDA).

Pandemi benar-benar telah berhasil menyita perhatian global, kita ketahui bersama bahwa penanganan COVID-19 menyita banyak sekali sumber daya termasuk sumber daya untuk penanganan TBC.

Dengan adanya kesempatan untuk membenahi penanganan TBC di masa pandemi ini, negara-negara dapat meningkatkan pengetahuan dan aset untuk meningkatkan respon penanggulangan TBC dan melindungi masyarakat dari infeksi menular melalui udara lainnya di masa mendatang.

Deputy Executive Director Stop TB Partnership, Suvanand Sahu memberikan rekomendasi kepada G20 untuk menyadari TBC adalah ancaman kesehatan global dan mengintegrasikan penanggulangan TBC ke dalam Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Pandemi.

Negara G20, ujar Suvanand  diharapkan dapat menciptakan peluang untuk mendiskusikan lebih lanjut aspek-aspek teknis pendekatan “Airborne Infection Defense Approach” guna mengatasi penyakit menular pernafasan lainnya.

Untuk mencegah pandemi di masa akan datang, Pulmonologist dan Dewan Stop TB Partnership Indonesia, DR. dr. Erlina Burhan, MSc, Sp.P(K), merasa perlu untuk meningkatkan pengelolaan kesehatan masyarakat yang ketat serta meningkatkan pola hidup bersih dan sehat, meningkatkan infrastruktur kesehatan dan surveilans untuk memprediksi pandemi lainnya, industri farmasi perlu fokus memunculkan inovasi yang kompetitif, penelitian, penemuan obat-obatan yang efektif dan ramah.

“Kita perlu meningkatkan kolaborasi untuk mewujudkan upaya 3T yang massive ini sebagaimana dilakukan pada COVID-19, bayangkan saja vaksin covid hanya ditemukan dalam waktu 1 tahun, sementara TBC vaksin masih sangat lambat, selama 94 tahun belum ada penemuan vaksin baru,” ujar dr. Erlina.

Di sesi terakhir,  sesi 4 : Pendanaan untuk Akhiri TBC di Tahun 2030 – Bentuk Keberhasilan Penanganan TB yang Dipimpin G20.

Sesi terakhir ini membahas komitmen untuk dapat segera mengakhiri TBC, dibutuhkan investasi yang kuat untuk penelitian dan pengembangan, pendekatan inovatif baik dalam penelitian maupun penemuan kasus secara aktif di masyarakat, serta aksi politik untuk mewujudkan komitmen anggaran yang dibutuhkan untuk eliminasi TBC.

Anggota Badan Riset dan Inovasi Nasional, Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc., MPH, Ph.D., mengajak semua pihak untuk menemukan pendekatan inovatif dan juga menerjemahkan komitmen politik serta menemukan benchmark kepemimpinan yang dapat membantu kita kembali kepada jalur penanggulangan TBC.

Sedangkan Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI,  Prof Tjandra Yoga Aditama, menyampaikan tujuh hal untuk mengatasi kekurangan dana global penanggulangan TBC dunia, diantaranya perlunya meningkatkan anggaran TBC sampai empat kali lipat termasuk anggaran domestik masing-masing negara dengan advokasi dan komitmen politik, dan menggali kemungkinan peran sektor swasta dan filantropi.

Para pembicara menekankan perlunya negara-negara anggota G20 untuk membawa urgensi untuk mereplikasi pemanfaatan teknologi digital Covid-19 dalam menangani krisis TBC. Berinvestasi dalam TBC hemat biaya dan akan menguntungkan semua orang. Ini juga merupakan dasar dari strategi jaminan kesehatan universal.

Terlepas dari komitmen tingkat tinggi ini, investasi penanggulangan TBC saat ini ($5,3 miliar pada 2020) masih kurang dari setengah dari $13 miliar yang diperkirakan diperlukan setiap tahun untuk mencapai target global yang ditetapkan oleh strategi END TB dan pertemuan tingkat tinggi PBB tentang TBC.

 Tahun 2020, pengeluaran global untuk layanan TBC turun untuk pertama kalinya sejak 2016, menjadi US$ 5,3 miliar (turun 8,7% antara 2019 dan 2020). Jika dunia tidak memenuhi END TB secara global akan terjadi 31,8 juta kematian TBC dan kerugian $ 18,5 triliun selama periode 2020-2050.

Melanjutkan dua hari seminar ini, Presidensi Indonesia mengajak negara G20 serta beberapa negara undangan lainnya untuk mengembangkan “Call to Action on Financing for TB Response”. Dokumen tersebut akan dikembangkan selama Presidensi Indonesia berlangsung pada tahun 2022 dan diharapkan memunculkan pandangan kolektif yang konkrit untuk meningkatkan investasi yang lebih tinggi, lebih efektif, dan lebih efisien guna mencapai eliminasi TBC.(VB/YUL)

Kemenkes RI dan STPI Bahas Pembiayaan Penanggulangan dan Eliminasi TBC

March 30, 2022 by  
Filed under Berita, Kesehatan

Vivaborneo.com, Yogyakarta — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bersama Yayasan Stop Tuberkulosis Partnership Indonesia (STPI) bertepatan dengan momentum Hari Tuberkulosis (TBC) Sedunia, mengadakan side event sebagai rangkaian pertemuan pertama Health Working Group (HWG).

Pertemuan bertema “Pembiayaan Penanggulangan TBC: Mengatasi Disrupsi Covid-19 dan Membangun Kesiapsiagaan Pandemi Masa Depan”, berlangsung di  Hotel Hyatt Regency Yogyakarta, pada 29-30 Maret 2022.

Side event tentang TBC ini adalah bagian dari diskusi HWG dalam jalur Sherpa. Pertemuan ini diharapkan bisa mendorong peningkatan anggaran untuk penanggulangan TBC di seluruh dunia,  serta memungkinkan pemangku kepentingan G20 memberikan masukan penting untuk memajukan isu TBC ke dalam komunike Konferensi Tingkat Tinggi G20 mendatang dari berbagai kepala negara.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, H.E. Budi Gunadi Sadikin menyampaikan,  ketika Indonesia diberi kepercayaan melalui presidensi G20 2022 ini, Indonesia mempromosikan penguatan arsitektur kesehatan global serta memastikan program TBC yang lebih tangguh di masa mendatang.

Menurut Menkes, hanya dengan meningkatkan pendanaan, meningkatkan jaringan kolaboratif, dan kemitraan multilateral, pemerintah dapat mengembangkan diagnostik, vaksin, terapi, dan sistem surveilans TBC yang efektif dan efisien.

“Dengan upaya-upaya tersebut, kita tidak hanya akan memberikan perawatan yang paling dibutuhkan pasien dan keluarga TBC, tetapi juga,  kita akan mencapai hasil yang ingin kita semua lihat. Dunia yang bebas dari TBC,” tutur Budi Gunadi Sadikin.

Sementara itu, Tedros Adhanom Ghebreyesus – Direktur Jenderal World health Organization (WHO), Peter Sands – Direktur Eksekutif The Global Fund, Atul Gawande – USAID Assistant Administrator for Global Health dan Mamta Murthi – Vice President for Human Development, World Bank juga memberikan keynote speech untuk membuka diskusi Side Event yang dilanjutkan dengan pidato dari representatif G20.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, H.E. Budi Gunadi Sadikin diberi kepercayaan melalui presidensi G20 2022 mempromosikan penguatan arsitektur kesehatan global dan memastikan program TBC yang baik di masa mendatang.

“Berkaca pada penanganan Covid-19, penyelesaian pandemik dapat dilakukan dengan kerjasama dan respon cepat. Hal ini perlu dilakukan untuk penanggulangan TBC. Komitmen harus dijalankan tidak hanya secara global nasional tapi juga hingga tingkat daerah. Tantangan yang dihadapi tidak hanya menyangkut dana tapi juga sistem pengelolaan dananya perlu diperhatikan,” ujar Meirinda Sebayang, penyintas TBC resisten obat yang juga merupakan Ketua Jaringan Indonesia Positif dan perwakilan komunitas dalam Dewan Stop TB Partnership.

Dalam pidatonya, Meirinda menyampaikan selama 2 hari, acara side event ini terbagi menjadi empat sesi dengan total 29 pembicara dari berbagai organisasi dan institusi global dan nasional.

Dijelaskannya,  sesi pertama adalah upaya dan pendanaan untuk mengakhiri TBC yang  tersedia saat ini belum memenuhi target untuk tahun 2030. Penanggulangan TBC di dunia saat ini telah keluar dari jalur pencapaian target SDG TBC 2030, yaitu penurunan 90% tingkat kematian dan penurunan 80% angka kejadian.

“Untuk dapat mengeliminasi TBC secara beriringan dengan adanya Covid-19, maka peningkatan investasi dibutuhkan pada ranah diagnosis dan pengobatan untuk semua jenis TBC, deteksi dini, pencegahan, vaksin TBC baru, dan obat-obatan yang lebih ramah bagi pasien TBC,” ujar Meirinda.

TBC telah ada sejak 140 tahun lalu, namun kurangnya sumber daya dan solidaritas global dalam mencegah dan menanggulangi penyakit ini menjadikannya pembunuh menular teratas kedua di dunia yang merenggut hampir 4.100 nyawa sehari.

Ini adalah pembunuh utama orang dengan HIV dan kontributor utama kematian terkait resistensi antimikroba. Sekitar 1,5 juta orang meninggal karena TBC pada tahun 2020 (termasuk 215.000 di antara orang HIV-positif).

Presidensi Indonesia mengajak negara G20 serta beberapa negara undangan lainnya untuk mengembangkan “Call to Action on Financing for TB Response”.

Dokumen tersebut akan dikembangkan selama Presidensi Indonesia berlangsung pada tahun 2022 dan diharapkan memunculkan pandangan kolektif yang konkrit untuk meningkatkan investasi yang lebih tinggi, lebih efektif, dan lebih efisien guna mencapai eliminasi TBC.(VB/YUL)