ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Baca Peluang Pasar, Sutar Tanam Jagung Jelang Tahun Baru

December 31, 2021 by  
Filed under Nusantara

Share this news

Vivaborneo.com, Samarinda  – Sutar (56 th) Petani asal Mantingan, Ngawi,  Jawa Timur ini, sudah hampir dua dasawarsa bergelut mengelola tanah di Kalimantan Timur sebagai petani sayuran.

Dimulai sejak tahun 1990 kakinya telah menjejakan tanah di Bumi Kalimantan dalam rangka mengikuti program transmigrasi yang pada saat itu ditempatkan di Satuan Pemukiman (SP) 5 Muara Kaman, yang saat ini masuk di wilayah Desa Bunga Jadi,  kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Namun selama 10 tahun bergulat dengan kehidupan sehari-hari sebagai transmigrasi tidak membuatnya hidup lebih baik. Akhirnya pada tahun 2001 dirinya  bertekad pulang ke kampung halaman di Mantingan Ngawi. Namun karena disana juga tidak ada kegiatan yang bisa dijadikan sandaran ekonomi rumah tangga, akhirnya sebulan setelah pulang kampung memutuskan untuk balik ke Kaltim kembali.

Pepatah sekali minum air Mahakam, pasti akan kembali ke Tanah Kaltim ini terbukti.  Keputusan kembali ke Kaltim diambil oleh Sutar dan Sim Suharsih, istrinya. Namun tidak kembali ke Muara Kaman, melainkan berusaha mengadu nasib sebagai petani penggarap di Kecamatan Palaran tepatnya di Kelurahan Simpang Pasir,  Samarinda.

“Saya pernah ikut transmigrasi pada tahun 1990 di SP 5 Bunga Jadi, pada tahun 2001. Tidak kerasan dan pulang ke Jawa di Mantingan Ngawi, namun di Jawa tidak kerasan hanya sebulan terus balik ke Samarinda dan mengadu nasib bertani buruh mengelola lahan punya orang di Simpang Pasir Palaran ini,” papar Sutar yang ditemui media ini di kebun jagungnya, pada Rabu, (29/12/2021).

Selama hampir dua puluh tahun bercocok tanam di Simpang Pasir Palaran,  Sutar melihat peluang-peluang pasar, seperti menjelang tahun baru. “Biasanya kami setiap akan tahun baru, awal-awal bulan Oktober sekitar tanggal 10 sampai 19 Oktober mulai bercocok tanam jagung. Kami tidak banyak menanam, paling hanya tiga sampai empat borongan yang masing-masing luas tanahnya dalam satu borongan 30 x 50 meter,” jelas Sutar.

Dijelaskan,  untuk lahan seluar untuk areal 3 borongan hanya diperlukan bibit jagung manis sebanyak satu kaleng dengan isi sekitar 1.800 butir. Setiap lubang tanam antara dua atau tiga biji. “Saya pilih jagung manis ini selain panennya cepat sekitar 75 hari sudah panen, juga harganya relatif stabil di pasar. Ini jenis jagung manis yang dijual muda, bukan jagung hibrida. Jagung manis ini tetap laku dijual jika dipanen masih muda,” jelasnya.

Sim Sumarsih, istri Sutar yang selalu setia menemaninya dalam bercocok tanam mengungkapkan hasil panen mereka biasanya dibawa oleh para tengkulak yang membawanya ke pasar. “Kami hanya menam, terus memanen, dan jika sudah siap ada pedagang yang datang mengambil,” ucap Sim Sumarsih.

Demikian juga dengan jagung, pada hari itu Sutar telah panen sebanyak 5 karung jagung manis yang sore harinya diambil oleh pedagang langganannya. Selain jagung, Sutar biasa menanam sayur-sayuran.

“Jagung ini kami lebih menyasar ke pasar permintaan jagung bakar dalam tahun baru, kalau hari-hari biasa kami lebih condong menanam cabe, kangkung, padi,” jelasnya.

Sementara itu, Darmani (52) pedagang yang biasa mengambil dagangannya dari para petani di Simpang Pasir mengungkapkan,  bahwa biasanya setiap tahun baru mereka mengambil jagung dari para petani. “Kami membeli harga per karung berkisar antara 250 ribuan, dan kami bawa ke pasar untuk disetorkan ke pedagang-pedagang yang mengecer. Biasanya kami bawa ke Pasar Sungai Dama,” jelas Darmani.

Darmani menjelaskan bahwa dirinya sebagai tengkulak membantu petani menjualkan barang dagangannya ke pasar. Harga yang dibeli dari petani mengikuti harga pasar. Kalau di pasar mahal biasanya di tingkat petani juga akan naik.

“Tetapi kebanyakan petani langganan saya biasanya diminta bawa barang dulu, setelah laku dijual, sekembalinya dari pasar baru dibayar. Saya hanya mengambil selisih untuk transportasi dan sedikit untung,  yang penting bisa lancar sama-sama hidup,” jelasnya, didampingi Ica, sang istri.

Darmani yang tinggal di Simpang Pasir blok B mengungkapkan,  barang dagangan yang dibawanya setiap hari ke pasar Sungai Dama selalu kurang.

“Supply barangnya juga kurang. Kalau ada panenan petani baru kita bawa, kalau petani tidak ada yang panen kita tidak berangkat jualan. Saya tidak berani mengambil di daerah lain karena harganya pasti beda. Saya setiap hari hanya membeli dari petani-petani yang biasa menyetok hasil pertanian ke kami saja,” ungkapnya.(vb-01)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.