ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Harmonisnya Ekonomi Kerakyatan di Perbatasan Indonesia-Malaysia

November 16, 2010 by  
Filed under Artikel, Opini

Share this news

Vivaborneo.com – Hubungan Indonesia dan Malaysia di perbatasan Kalimantan Utara, khususnya hubungan perdagangan sudah sangat erat dan telah terjalin begitu lama. Penduduk Kota Tawau,  Malaysia yang berbatasan langsung dengan Indonesia, seperti di Kecamatan Sungai Pancang, Pulau Sebatik, mayoritas adalah Melayu Indonesia, bersuku Bugis Banjar Kalimantan Selatan dan suku-suku lainnya yang sejak ratusan tahun lalu bermigrasi ke Malaysia Timur ini karena alasan ekonomi dan perdagangan.Begitu eratnya hubungan perdagangan, sampai-sampai penduduk Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan menggunakan dua mata uang rupiah dan ringgit malaysia untuk  transaksi mereka.

Lantas jika Indonesia dan Malaysia ingin berperang, lalu siapa musuh dan siapa lawannya?

Jika warga Nunukan banyak “mengimport” barang-barang makanan jadi, pakaian, kebutuhan sehari-hari  dan lainnya, warga Malaysia lebih banyak membeli barang-barang “segar” dari warga Nunukan seperti rumput laut, ikan segar, hingga kerbau potong asal Kecamatan Krayan yang sangat terkenal.

Sementara itu, di Nunukan Kota, juga banyak ditemui barang-barang produk Malaysia dalam kemasan, bahan pakaian, dan bahan kebutuhan sehari-hari lainnya.

Dipasar loak pakaian bekas, misalnya sangat mudah dijumpai pakaian layak pakai asal negara tetangga ini dengan harga “super miring”, untuk sepotong kemeja layak pakai, dihargai Rp.15.000, sementara jaket dan celana formal dibandrol Rp10.000 hingga Rp.15.000. Barang-barang ini juga tidak semuanya “bekas”, jika beruntung kita dapat pakaian baru yang tidak pernah dipakai oleh pemiliknya.

Yang menarik perhatian, sejak berada di Kota Tarakan yang juga termasuk kota yang dekat dengan perbatasan Malaysia hingga ke Kota Nunukan yang berbatasan langsung, baik darat maupun lautnya, bahan bakar gas LPG yang masyarakat gunakan adalah  gas LPG asal Malaysia, bukan gas LPG buatan dalam negeri yang sering meledak. Gas-gas LPG ini merupakan produk “Pertamina” nya Malaysia, Petronas.

Menurut warga yang berjualan makanan di Nunukan, gas LPG asal Malaysia ini sangat handal baik tabung, regulator dan kualitas apinya yang sangat berih dari residu pembakaran.

“Kami tidak menggunakan gas buatan Pertamina, karena distribusi ke kota-kota di utara Kaltim tentu menambah ongkos angkut yang menyebabkan kenaikan harga. Kami sejak dulu menggunakan gas buatan Malaysia,” ujar Wardi, seorang warga Tarakan.

Jika  diamati di Kota Tarakan dan Nunukan, memang tidak terlihat tabung-tabung gas berwarna hijau khas tabung 3 kilogram. Semuanya merupakan tabung gas besar berukuran 14 kilogram.

Menurut Warsina, penjual makanan di Kota Nunukan, untuk harga satu buah gas ukuran 14 Kg, mereka beli dengan harga Rp135.000 . Harga ini memang sedikit mahal dari harga gas buatan Pertamina di Samarinda, yang “hanya” seharga Rp.85.000-95.000 per tabungnya. Tapi jika diitung-itung dengan ongkos angkut ke Tarakan atau Nunukan, jatuh-jatuhnya harganya selisihnya dengan LPG Malaysia tidah jauh.

Ditanya tentang keamanan tabung, Warsina tidak khawatir dengan penggunaaan tabung gas LPG, kompor dan regulaor  buatan Malaysia ini, karena sejak lama tidak pernah terdengar ada kasus ledakan tabung  gas di Kota Tarakan dan Nunukan.

“Saya tidak pernah mendengar ada ledakan tabung gas disini, seperti halnya ledakan gas di daerah jawa dan lainnya,” ujarnya lugu.

Inilah yang menjadi  perhatian kita bersama, mengapa tabung-tabung gas kita di Indonesia sering meledak? Bahkan tidak jarang “bom” hijau dan biru ini mampu meledakkan banguan rumah, menyebabkan kebakaran bahkan merenggut nyawa orang disekitarnya.(vb/yuliawanandrianto)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.