ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Perdagangan Telur Penyu Ancaman Kepunahan

July 18, 2009 by  
Filed under Serba-Serbi

Share this news

Sebuah kajian yang diterbitkan dalam Jurnal EcoHealth pada tahun 2006 telah mendapati bahwa penyu dan telur penyu mengandung logam berat, kandungan toksit (racun) yang tinggi, dan kehadiran bakteria berbahaya seperti E.Coli dan Salmonella.

telur penyu

telur penyu

Semuanya dapat menyebabkan orang yang gemar memakan telur penyu mengalami terganggunya beberapa fungsi organ tubuh antara lain kerusakan ginjal, muntah-muntah dan dehidrasi yang semuanya dapat menyebabkan kematian. Banyak sebab mengapa anda semua tidak harus memakan telur penyu. Sebab utama, penyu semakin pupus akibat perburuan manusia dan rusaknya lingkungan, ternyata kegemaran memakan telurnya akan memperburuk keadaan.

Namun, alasan ini tidak cukup untuk menenggelamkan mitos bahwa telur penyu dapat membuat pemakannya menjadi “greng” dalam urusan ranjang. Di Indonesia ada ribuan kawasan favorit untuk penyu bertelur. Dari pengamatan WWF di beberapa tempat peneluran utama seperti di Kepulauan Derawan (Kalimantan Timur), Alas Purwo dan Meru Betiri (Jember, Jawa Timur), Pangumbahan (Sukabumi, Jawa Barat), Laut Jawa, ternyata dalam sepuluh tahun ini populasi penyu turun drastis hingga 70 persen.

Selama ini, Indonesia adalah rumah penyu laut terbesar di dunia. Dari tujuh spesies penyu di dunia, enam spesies berkumpul di negeri ini. Mereka adalah penyu hijau (Chelonia Mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), belimbing, tempayan, pipih, dan sisik semu.

Jumlahnya dulu puluhan ribu, tapi kini hampir saja tinggal kenangan. Tak banyak yang tahu, penyu adalah bagian dari rantai makanan yang sangat penting. Penyu hijau, contohnya, yang punya hobi menyimpan makanan di temboloknya, sangat berjasa untuk kehidupan ikan-ikan kecil. Bila penyu ini memamah kembali makanannya, ikan-ikan kecil ikut berpesta menikmati remah-remahnya. Ceceran makanan itu juga menyuburkan terumbu karang.

Bila musim kawin tiba, kehadiran penyu-penyu seperti memupuk laut yang miskin nutrisi. Penyu juga amat vital untuk mengendalikan populasi alga atau fitoplankton. Alga memang menu favorit penyu. Bila jumlah penyu menyusut, pertumbuhan alga di lautan bisa meledak (algae bloom). Ledakan ini bisa sangat gawat bila yang membengkak populasinya adalah alga merah karena racunnya bisa membuat ribuan ikan mati.

Di Kalimantan Timur, pasar utama perdagangan telur yang bentuknya mirip bola pingpong ini adalah Berau, Tarakan, Balikpapan, dan yang terbesar Samarinda. Di sepanjang tepian Sungai Mahakam, khususnya di Jl Martadinata, terdapat pedagang telur penyu yang menjajakan telur penyu mulai dari kemasan kecil berisi 6 atau 8 butir hingga dalam kantung plastik berisi 50 – 100 butir. Jangankan telur mentah, yang telah direbus dan dapat langsung dinikmati ditempatpun tersedia. Mitos telur penyu sebagai “obat kuat”, obat sesak nafas dan obat sakit pinggang, membuat telur penyu seperti menjadi kebutuhan.

Beberapa pedagang menuturkan, rata-rata setiap hari mereka dapat menjual 100 butir telur. Tiap pedagang ini oleh distributor utama di Samarinda diberi jatah antara 1.000 – 1.500 butir per minggu. Kalau dihitung, dari 10 pedagang di tepian Mahakam saja terjual 10.000 – 15.000 butir telur per minggu atau sedikitnya 40.000 butir telur per bulan. Dengan harga Rp.8000 per butirnya, bisa dibayangkan perputaran uang yang sangat besar di bisnis yang masih abu-abu ini. Jika pemerintah , tegas, harusnya tidak ada lagi perdagangan telur penyu untuk dikonsumsi. Bila ribuan telur penyu diambil, bisa dibayangkan betapa cepat punahnya penyu yang ada.

Seekor penyu baru bisa bertelur setelah berumur 20-30 tahun. Itu pun cuma menghasilkan 40-80 butir telur. Tak semua telur itu bakal bisa berkembang menjadi penyu dewasa. Diantara semua jenis penyu, yang paling rajin bertelur adalah penyu sisik. Ironisnya, penyu sisik ini merupakan hewan dengan tingkat kepunahan ”paling terancam” (critical endangered). Seekor penyu sisik yang akan bertelur, akan menggali sarangnya di pasir selama 45 menit. Dibutuhkan waktu 10-20 menit untuk meletakkan telur-telurnya. Bertelur dalam 1,5 jam dan menghasilkan telur paling banyak 250 butir, walau ukuran telurnya tergolong kecil dibandingkan penyu-penyu lainnya. Usianya dapat mencapai 100 tahun dan bertelur pada usia 5-10 tahun. Selagi bertelur dan menetaskan telurnya, penyu sisik akan bertelur lagi sekitar 2-8 tahun kemudian. Hhmm, sangat memakan waktu serta berbanding terbalik dengan perburuan dan konsumsi telurnya.

Penyu – Penyu di Kawasan Kepulauan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, kini terancam punah, padahal kawasan itu termasuk salah satu habitat penyu hijau terbesar di dunia. Sayang, kondisinya kian terancam punah akibat eksploitasi telur penyu dan penyu dewasa yang terjadi setiap hari. Sejak Pulau Sangalaki ditetapkan sebagai zona terlarang untuk pengambilan telur penyu, beragam isu diributkan pihak yang tidak menyetujui konservasi penyu.

Hal itu gampang ditebak, yaitu pebisnis telur penyu di sana berharap Pemda Kabupaten Berau, Kaltim, membatalkan keputusan menjadikan Sangalaki sebagai zona konservasi. Bisnis telur penyu hijau (Chelonia mydas) di Kepulauan Derawan memang sangat menggiurkan. Sebelum diberlakukan kebijakan konservasi, bisnis telur penyu diperkirakan beromzet lebih dari Rp 2-3 miliar. Berdasarkan data di Pemda Kabupaten Berau, tahun 1999 terdapat 27.120 sarang penyu dengan produksi telur mencapai 2.535.280 butir per tahun.

Saat ini di Samarinda, terutama di sepanjang jalan tapian sungai Mahakam, telur penyu paling murah dijual Rp 8000 per butir. Selama ini Pemda Berau memberlakukan sistem tender bagi kalangan pengusaha untuk mendapatkan konsesi pengambilan telur penyu di kepulauan Derawan. Akibat eksploitasi yang berlebihan jumlah tersebut dari tahun ke tahun terus melorot drastis.

Penyu Hijau di Pulau Derawan

Penyu Hijau di Pulau Derawan

Tercatat tahun 2000 saja tersisa 14.078 sarangdengan 1.322.732 butir telur penyu dengan tren menurun. Pulau Sangalaki termasuk satu dari lima pulau yang tersisa yang menjadi tempat penyu bertelur. Pulau itu memiliki potensi telur penyu sebesar 4 persen dari total telur yang dihasilkan di Kepulauan Derawan. Sedangkan 60 persen sisanya tersebar di empat pulau, yaitu di Pulau Bilang-bilangan, Pulau Blambangan, Pulau Mataha, dan Pulau Sambit. Atas bantuan Pemerintah Jerman, di Sangalaki didirikan stasiun monitoring dan penelitian penyu yang dalam pengelolaannya Pemda dibantu oleh Turtle Foundation, Yayasan Kehati, dan WWF. Secara operasional stasiun monitoring tersebut mulai beroperasi awal tahun 2002 .

Kepunahan penyu sebenarnya telah melanda dunia dan menjadi perhatian lembaga-lembaga konservasi internasional. Berbagai kasus punahnya penyu pada daerah tertentu di dunia seperti Kosta Rica yang pantainya dulu menampung banyak penyu bertelur. Dalam upaya pengawasan perdagangan satwa lintas negara, maka semua jenis penyu dimasukkan ke dalam Appendix I Convention on International Trade of Endangered Species and Wild Flora and Fauna (CITES). Ini berarti perdagangan satwa yag terancam punah untuk kepentingan ekspor tidak diperbolehkan lagi.

Karena gagal dengan aneka macam kampanye itulah WWF beberapa tahun belakangan ini memakai strategi lain, yakni membangun program ekowisata penyu, paket yang mengawinkan bisnis wisata dan penjagaan alam. Di Bali, misalnya, program ini dibangun di Serangan. Ekoturisme kelautan telah banyak diusulkan sebagai salah satu alternatif potensial untuk menunjang upaya konservasi. Menikmati alam tanpa merusaknya dapat diterapkan untuk pemanfaatan penyu pada habitat peneluran secara lestari.(vb-01/berbagai sumber/foto:carigold.com)


Share this news

Respon Pembaca

Satu Komentar untuk "Perdagangan Telur Penyu Ancaman Kepunahan"

  1. mupit datusahlan on Sun, 22nd Aug 2010 1:57 pm 

    salam lestari…saya ingin bertanya bkan membrikan komentar masalah artikel diatas..saya mahasiswa fmipa-unmul, ingin melakukan penelitian di sana terkait masalah konservasi penyu..bagaimana ya agar saya dapat di berikan arahan dan bantuannya..thanks

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.