ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Adu Nyali di Ambalat

June 13, 2009 by  
Filed under Politik dan Pemerintahan

Share this news

MESIN Kapal Republik Indonesia (KRI) Untung Suropati 872 menderu saat menyibak laut Ambalat. Langit biru. Awan tipis berarak di udara. Kapal itu melaju mencercah laut, dan dari buritan tampak ia menyisakan garis putih memanjang. Hari itu, Sabtu 30 Mei 2009.
Di anjungan, kapten kapal Mayor Laut (P) Salim memegang kendali. Matanya menatap radar. Satu titik berkedip: ada kapal asing yang menyelinap. Posisi di radar: 04 00 00 Utara 118 09 00 Timur.  Kapal itu sudah masuk ke perairan Indonesia sejauh 7,3 mil.
Mayor Salim memerintahkan anak buah kapal bersiaga. Dia memutar kemudi, lalu kapal bergerak mengejar sasaran. Posisi kapal asing itu di sebelah tenggara mercu suar Karang Unarang, Ambalat, Kalimantan Timur.
Setelah mendekat, rupanya kapal asing itu milik angkatan laut  Malaysia. Di lambungnya tertera Kapal Diraja (KD) Baung-3509. Kapal itu termasuk jenis penyerang, dari kelas Jerong dengan bobot 244 ton, panjang 44,9 meter, dan lebar tujuh meter. Penyerang langsing itu melaju dengan kecepatan 11 knot.
Mayor Salim mencoba membuka kontak radio. Tapi tak ada reaksi. Di kapal Malaysia itu ada meriam 57 mm dan 40 mm. Dengan kecepatan sedang, kapal perang Malaysia ini mengiris laut. Tujuannya, mercusuar Karang Unarang.
Karena melanggar batas perairan, KRI Untung Suropati segera mengambil posisi hadang. Jaraknya tak sampai 400 yard,  tapi komunikasi masih buntu. KD Baung-3509 sama sekali tak peduli peringatan KRI Untung Suropati. Penyelinap itu tetap melenggang dan bungkam.Kapal Indonesia lalu memberi isyarat, agar Baung keluar dari wilayah laut RI. KRI Untung pun membayangi gerak kapal itu. Merasa diikuti, Baung membuat manuver: zig-zag empat kali, sambil main kebut-kebutan.
Drama kejar-kejaran itu berlangsung selama satu setengah jam. Akhirnya, KRI Untung berhasil menghalau, dan mengusir si penyelinap keluar batas wilayah Indonesia.
Aksi provokatif itu bukanlah pertama terjadi antara tentara Indonesia dan Malaysia di laut Ambalat. Keduanya seperti mengadu nyali. Sepekan sebelumnya, KD Baung-3509 bersama satu helikopter Malaysia, dan pesawat Beechraft juga memasuki Ambalat. Kapal itu berhasil diusir KRI Hasanuddin 366. Sehari sesudahnya, giliran kapal perang Malaysia KD 3508 masuk hingga 12 mil laut ke kawasan Ambalat. Kapal KRI Untung Suropati yang mendapat giliran mengusir. Sehari kemudian, kapal perang Malaysia KD 3508 kembali memasuki wilayah Indonesia. Kali ini KRI Untung Suropati –lagi-lagi– berhasil mengusir. Pada 2 Juni 2009, Kapal Diraja Baung 3509 masuk ke Ambalat sejauh dua mil laut. Tapi kapal Malaysia itu diusir KRI Suluh Pari.
Meski sudah berkali-kali diusir, Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno, mengatakan kapal perang Malaysia tetap berupaya masuk ke wilayah Indonesia. “Pelanggaran Malaysia pada 2007 sebanyak 76 kali. Pada 2008, ada 23 kali. Tahun ini sudah 11 kali,” kata Tedjo. Selama tiga tahun terakhir tentara Malaysia telah melanggar wilayah negera tetangganya sebanyak 110 kali.
Masalah juga makin runyam, ketika tentara Malaysia tak hanya melanggar garis batas. Mereka mengusir, dan bahkan meninju nelayan Indonesia yang menangkap ikan di blok Ambalat.
Ceritanya satu kapal penangkap ikan “Aldi Jaya II” milik warga Indonesia sedang menangkap ikan di perairan Ambalat. Tapi pada Senin 25 Mei 2009 itu, tiba-tiba dia dan tiga awak kapal lainnya ditangkap tentara diraja Malaysia. ”Kami disuruh naik ke atas kapal perang, lalu diinterogasi,” kata Rudi. Bersama tiga rekannya, Ambo, Adras, dan Pardi, dia dibawa ke dalam kapal. Tak hanya itu, 50 kilogram ikan hasil tangkapan dirampas, juga satu slop rokok.  “Padahal kami menangkap ikan di perairan Ambalat,” kata Rudi. Namun tentara Malaysia tak mau tahu. Nelayan asal Tarakan ini  juga dihajar saat mencoba berdebat. Rudi dan ketiga kawannya lalu diusir. Mereka diancam akan ditembak jika berani menangkap ikan lagi.
Cerita lain adalah Lukman. Dia nelayan pencari Tongkol di perairan Ambalat.  Kapalnya sempat dikejar tentara Malaysia saat berlayar sekitar 15 mil dari perbatasan yang kini menjadi sengketa. Akibat provokasi kapal militer itu, sekitar 500 kelompok nelayan di kampung Beringin, Tarakan Tengah, menjadi takut melaut.
Sengketa itu dimulai dari kaburnya letak perbatasan kedua negara di Ambalat.  Pemerintah Indonesia mengklaim Ambalat masuk wilayah Indonesia. Klaim itu berdasar perbatasan Indonesia dan Malaysia di perbatasan pulau Sebatik. Jauhnya 12 mil laut bila ditarik dari garis pantai. Ada juga zona ekonomi eksklusif sejauh 12 mil dari zona tambahan itu.
Yang menjadi masalah, berdasarkan peta buatan 1979,  Malaysia memasukkan blok Ambalat sebagai wilayah daulat mereka dengan nama blok XYZ. Malaysia mengklaim wilayahnya 70 mil laut atau 129,6 kilometer ke arah selatan Laut Sulawesi, dihitung dari pantai Sipadan dan Ligitan saat surut terendah. Titik penting wilayah itu adalah Karang Unarang, gugusan karang dangkal seluas lapangan sepak bola.
Blok Ambalat sendiri diduga kaya kandungan gas dan minyak. Pada 1999, Indonesia memberi konsesi eksplorasi di blok Ambalat pada ENI Italia. Lalu, pada 2004 kepada Unocal Amerika. Hak pengelolaan ke berbagai pihak itu sudah dilakukan Indonesia sejak 1980. Sementara, Malaysia baru mulai pada 2005. Petronas Malaysia memberi hak konsesi Ambalat pada perusahaan Shell asal Belanda.
Gertak di laut, ternyata membuat panas di darat. Sejumlah warga Indonesia tak terima provokasi gaya militer Malaysia itu. Di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur,  ada kumpulan warga menggelar latihan perang, 10 Juni 2009 lalu. Nunukan adalah wilayah Indonesia yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Memakai seragam loreng mirip TNI, para ‘sukarelawan’ itu masuk ke hutan lindung, di perbukitan daerah setempat. Di sana, mereka berlatih merayap, bertempur, dan mengibarkan bendera Merah Putih. Para warga itu juga berlatih menyusup ke tempat musuh, plus taktik gerilya. Mereka mengaku dari Pasukan Rakyat Pembela Negara, dan Pemuda Panca Marga.
Latihan ini adalah reaksi warga Indonesia atas sengketa di blok Ambalat. Komandan Pasukan Pembela Negara, Nurdin, mengatakan latihan itu akan terus digelar hingga Malaysia menghentikan klaimnya atas blok Ambalat. “Jika masih ngotot, kami siap maju ke garis depan pertempuran,” katanya.
Di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, kader dan simpatisan organisasi massa Patriot Nasional, membuka Posko Pendaftaran Ganyang Malaysia. Hingga kemarin sudah 7.500 orang mendaftar.
Di Jakarta, sekitar 500 massa Lasykar Merah Putih menggelar demo di depan Kedutaan Besar Malaysia, pekan ini. Yang menarik, di rombongan massa juga terlihat Manohara Odela Pinot, istri putra kerajaan Kelantan, Malaysia, yang kabur pulang ke Indonesia karena disiksa sang pangeran. Di sana mereka memasang spanduk bertulis ‘Katakan Perang terhadap Malaysia.’
Departemen Luar Negeri RI sudah mengirim 36 nota protes diplomatik ke Malaysia.Sengketa Ambalat juga menjadi “makanan empuk” para calon presiden yang akan bertanding 8 Juli nanti. Mereka memberikan reaksi atas provokasi di Ambalat itu.
Susilo Bambang Yudhoyono misalnya, mengatakan kedaulatan Ambalat adalah harga mati. Tapi ia juga meminta TNI menahan diri. “Jangan sampai kita mengeluarkan tembakan-tembakan yang tidak diperlukan. Nanti masyarakat internasional mengecam,” ujarnya.
Ketegasan sikap serupa juga diperlihatkan Jusuf Kalla.  Kalla menegaskan pemerintah akan menindak tegas jika ada kapal asing melanggar batas teritorial.  “Kita bangsa bermartabat, bukan martabak yang dibanting-banting tak berdaya,” ujarnya.
Sementara Megawati Soekarnoputri lebih memprihatinkan kondisi kapal perang milik Indonesia. Dia menyalahkan pemerintah sekarang karena memberi anggaran terbatas pada TNI. Kata Megawati, pada zaman Soekarno anggaran pertahanan mencapai 29 persen dari APBN. Sementara sekarang cuma 4 persen. Akibatnya, “melihat kapal kita saja malu rasanya,” ujar Megawati.Tapi reaksi Malaysia jauh lebih dingin. Menteri Pertahanan Malaysia, Ahmad Zahid Hamidi, menilai Ambalat jadi ramai di Indonesia karena sebentar lagi akan digelar pemilihan presiden. “Isu ini tidak akan panas bila tidak ada partai-partai yang punya kepentingan tertentu. Iklim politik saat ini terkait pemilihan presiden di Indonesia,” kata Zahid.
Meski begitu, Malaysia memastikan tak akan berperang dengan Indonesia. Wakil Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin, menegaskan, “Kami ingin menghindari provokasi dalam bentuk apa pun. ”Mungkin cemas situasi di negara tetangga kian panas, Malaysia pun mengirim Panglima Tentara Diraja Malaysia, Jenderal Tan Sri Abdul Azis bin Haji Zainal. Dia datang bertemu Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono. “Panglima Malaysia menyatakan datang dengan tulus hati untuk meredakan situasi,” kata Juwono.
Malaysia juga minta maaf. Panglima Laut Tentara Diraja Malaysia, Laksamana Abdul Aziz Jafar dengan rendah hati meminta maaf pada delegasi  DPR RI yang berkunjung ke Malaysia. “Panglima berjanji akan menjauhkan tentaranya dari laut Ambalat,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI bidang pertahanan, Yusron Ihza Mahendra.  Untuk sementara, soal “adu nyali” di Ambalat agak reda.(VIVAnews/foto:antara)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.