ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Saat Jokowi Jatuh Cinta

March 2, 2020 by  
Filed under Opini

Share this news

Pertengahan Juni 2017, Bill Harby menulis untuk BBC Travel. Goresan pena biru, tentang ungkapan rasa yang yang Ia tuangkan pada selembar kartu pos. Kartu pos itu, Ia kirim kepada sahabatnya, Larry dan Sandy di Ohio.

Presiden RI Jokowi bersama Gubernur Kaltim Isran Noor

Setelah 32 tahun, kartu pos itu dikirim kembali oleh Larry dan Sandy, menggunakan pigura. Di tepi hamparan ladang Neuchatel, Bill Harby mengenang kembali cinta sejatinya.

“… Marie-France, gadis cantik berusia 19 tahun. Bersamanya saya menghabiskan hari-hari yang indah di Neuchatel. Ia tinggal di kota ini dan bahasa Inggrisnya sangat bagus. Kalau saya tak meninggalkan kota ini, mungkin saya terperangkap dalam jeratan asmara yang pelik karena saya tahu saya mungkin saja telah jatuh cinta dengannya, selamanya”

Itulah cukilan sebagian ungkapan hati Bill Harby, yang Ia rasakan pada tahun 1975, kala Ia menemukan cinta sejatinya di Cafe Pam-Pam, Neuchatel, Swiss. Ada rasa yang bergelora dalam dua hari kebersamaan mereka. Mengelilingi ladang, menyusuri jalan berbatu mengintip castel yang dibuat pada abad ke-12, hingga merebahkan badan di atas rumput danau Neuchatel, sambil menikmati indahnya pegunungan Alpen.

Kebersamaan mereka berlanjut seraya menikmati makan bersama di dapur nenek Marie-France, meski hanya dengan sepotong telur dadar.

Meski berada sangat dekat, Bill tak kuasa mengungkapkan “rasa”. Sampai akhirnya mereka berpisah. Bill kembali ke Chicago, dan Marie France, tetap di Neuchatel.

Sampai akhirnya, setelah 32 tahun mereka bertemu kembali melalui jejaring sosial untuk para profesional “Linkedin”. Bill tinggal di Hawai dan Marie France di Jenewa, mereka pun intens berbagi kabar. Rentang waktu yang panjang, ternyata tak cukup mampu menghapus “rasa” yang ada pada mereka. Hingga akhirnya, mereka pun menikah. Rupanya, cinta sejati tak akan kemana.

Nah, apa yang dirasakan Bill Harby, mungkin saja serupa (meski tak harus sama) dengan apa yang dirasakan Presiden Indonesia sekarang, Joko Widodo (Jokowi). Jika Bill Harby menemukan cinta sejatinya di hamparan ladang Neuchatel, Swiss, maka Presiden Jokowi menemukan “rasa” yang lama dicarinya di hamparan bukit Desa Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Tidak jauh dari menara pemantau api (fire tower) PT ITCI Hutani Manunggal di Sektor Terunen, Bukit Soedarmono.

Permukaan tanah yang licin tersiram hujan. Hampir semua kendaraan meliuk-liuk mengikuti peta jalan berbukit, naik dan turun, tak terkecuali minibus RI 1 yang ditumpangi Presiden Jokowi bersama Gubernur Kaltim Isran Noor. Meski kemeja putih lengan pangjangnya sedikit basah terpapar gerimis, Presiden Jokowi masih terlihat lebih banyak menyunggingkan senyum saat berada di lokasi rencana ibu kota baru, pada 17 Desember 2019 lalu. Mungkinkah Presiden Jokowi sedang jatuh cinta?

“Beliau ini kan jatuh cinta sekarang sama Kalimantan,” Juru Bicara Presiden Jokowi memberi jawaban, saat berada di Samarinda, 20 Februari lalu.

Sebagai bentuk cintanya, orang nomor satu Indonesia itu, kata Fadjroel, tak akan ragu menggelontorkan dana sekitar Rp500 triliun untuk membangun ibu kota baru, dalam empat tahun ke depan.

Kalimantan kata Fadjroel, sesungguhnya adalah bumi yang elok menawan, serta kaya dengan berbagai kekayaan alamnya. Ada tambang batu bara, minyak dan gas, kekayaan hutan tropis dengan berjuta ragam flora dan fauna di dalamnya, potensi perkebunan sawit, karet, lada, cokelat, pisang dan lainnya, juga kekayaan laut dan perikanan.

Namun sayang, struktur ekonomi Indonesia secara spasial hingga tahun 2019 masih sangat tidak berimbang. Dominasi Jawa dan Sumatera belum terpatahkan. Pulau Jawa memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 59 persen dan Sumatera 21,32 persen.

“Sedangkan Kalimantan yang kaya dan besar ini hanya menyumbang 8 persen. Sementara Sulawesi 6 persen dan Papua hanya sekitar 2 persen,” ungkap Fadjroel.

Ketidakseimbangan ini menjadi salah satu pertimbangan, mengapa ibu kota negara kemudian akan dipindah ke Kalimantan. Diharapkan setelah pemindahan ibu kota negara, kontribusi Kalimantan untuk PDB Indonesia akan menembus angka 15 hingga 20 persen.

“Pemindahan ibu kota negara ini akan menjadi simpul ekonomi, bukan hanya untuk Kalimantan, tetapi Indonesia secara keseluruhan. Kita akan membangun keseimbangan ekonomi Indonesia yang seadil-adilnya,” beber Fadjroel Rachman kala bertemu Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi.

Meski demikian, Fadjroel menjelaskan, selain akan membangun infrastruktur ibu kota baru dengan standar smart city, smart technology, smart metropolis, dan sebagainya, hal terpenting yang harus dilakukan adalah transformasi ekonomi Indonesia, paralel dengan transformasi sosial budaya dengan melibatkan seluruh stakeholder di Kalimantan.

Jadi, sekitar 16 juta rakyat Kalimantan akan terlibat secara aktif dan akan mendapatkan dampak positif baik secara ekonomi, sosial, budaya, lingkungan dari kehadiran ibu kota baru. Jadi bukan sekadar membangun infrastruktur.

Menurut Fadjroel, membangun infrastruktur itu gampang. Lima tahun pun bisa selesai. Tetapi lebih sulit dari semua rencana itu sesungguhnya adalah bersama-sama membangun transformasi sosial budaya dan lingkungan.

“Karena jika dari awal tidak disentuh, maka orang akan merasa disingkirkan. Ini yang secara paralel akan kita sentuh. Jangan sampai, ada seorang pun di Kalimantan yang merasa tertinggal dengan pembangunan ibu kota ini,” tandasnya.

Transformasi lain yang juga menjadi bagian dari proses pemindahan ibu kota negara adalah transformasi lingkungan. Catatan pentingnya, dari 264 ribu hektar, dan saat ini masih diusulkan oleh Gubernur Isran Noor agar menjadi 410 ribu hektar lahan untuk ibu kota negara, 70 persen di antaranya akan menjadi kawasan konservasi hutan tropis dengan flora dan fauna endemik yang ada di dalamnya. Dan hanya 30 persen lahan yang akan dibangun untuk beberapa klaster IKN.

“Kita akan tunjukkan kepada dunia, bahwa selain membangun forest city, smart city, smart technology, intelligent city dengan international university, kita akan tetap menyumbang oksigen kepada dunia dari 70 persen kawasan konservasi hutan tropis, paru-paru dunia. Kita memiliki kekayaan lingkungan yang luar biasa di ibu kota baru. Inilah keunggulan yang akan kita sampaikan kepada dunia,” tegasnya.

Bukan hanya itu, pemindahan ibu kota juga akan memberi sumbangan kekayaan budaya Kalimantan untuk dunia. “Kekayaan budaya lima provinsi di Kalimantan juga harus dikenal dunia,” pungkas Jubir Presiden berdarah Banjar itu.

Lantas, adakah keterkaitan Presiden Jokowi dan Bill Harby? Jelas tidak. Tetapi, satu hal, keduanya sedang jatuh cinta, pada masa dan objek yang berbeda. Cinta yang tampaknya tak akan terhapus meski terpisah dalam rentang waktu yang panjang. Wallauhu A’lam Bishawaf. (samsul arifin)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.