ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Halda Arsyad : Kasus Kekerasan Cukup Memprihatinkan

December 4, 2019 by  
Filed under Religi, Sosial & Budaya

Share this news

Samarinda – Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad mengatakan berdasarkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan kasus kekerasan (Simfoni) tahun 2017 hingga akhir November 2019 telah tercatat kasus kekerasan yang cukup memprihatinkan. Pada tahun 2017 terdata total 736 kasus dengan berbagai jenis kekerasan.

Hal tersebut disampaikan pada acara Peningkatan Kapasitas Aparat Penegak Hukum dalam Penanganan Korban KDRT/TPPO tahun 2019, yang digelar Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim di Hotel Selyca Mulia Minggu malam (1/12/2019).

“Diantaranya ada 4 kasus TPPO, 2 kasus di Kota Bontang dan 2 kasus di Kota Samarinda. Tempat kejadian kekerasan sebanyak 355 kasus terjadi di rumah tangga,” ujarnya.

Sementara tahun 2018, lanjut Halda, terdata total 488 kasus dengan berbagai jenis kekerasan diantaranya ada 5 kasus TPPO (1 kasus di Kabupaten Kukar, 2 kasus di Kabupaten Kutim dan 2 kasus di Kabupaten Paser). Tempat kejadian kekerasan sebanyak 295 kasus terjadi di rumah tangga.

Sedangkan sampai dengan akhir bulan November 2019 terdata total 449 kasus dengan berbagai jenis kekerasan diantaranya ada 4 kasus TPPO, 3 kasus di Kota Bontang dan 1 kasus di Kota Samarinda. Tempat kejadian kekerasan sebanyak 233 kasus terjadi di rumah tangga.

“Melihat dari data Simfoni tersebut, dalam kurun waktu 3 tahun kurang lebih sebanyak 50 persen kasus kekerasan terjadi di ranah rumah tangga dan dengan beRpisahnya Kalimantan Utara dari Kalimantan Timur ternyata masih ada kasus TPPO di Kabupaten/Kota,” imbuh Halda.

Ia menyampaikan, keberhasilan sebuah proses hukum sangat ditentukan pada kualitas dan pemahaman dan responsivitas aparat penegak hukum dalam penanganan yang mampu menyelesaikan kasus hukum dan melindungi para korban sesuai amanat peraturan perundang-undangan.

Sementara tantangan yang hadapi saat ini adalah belum tercapainya kesamaan di kalangan aparat penegak hukum tentang alat bukti kasus kekerasan yang kompleks, mekanisme perlindungan bagi saksi dan korban serta koordinasi dalam pemenuhan hak korban. Kurangnya responsivitas para aparat penegak hukum terhadap para korban yang mengalami trauma akibat dampak kompleks kasus kekerasan itu sendiri dan banyak aparat penegak hukum yang belum terlatih serta belum memiliki perspektif kepentingan terbaik perempuan korban kekerasan.

“Ditambah Aparat Penegak Hukum kekurangan personil yang secara khusus dan terampil menangani permasalahan perempuan korban kekerasan sehingga perkembangan kasus tidak berjalan seperti yang diharapkan,” katanya.

Diharapkan dengan kegiatan ini dapat meningkatkan kualitas pelayanan hukum oleh aparat penegak hukum/sistem peradilan pidana terpadu dalam penanganan kasus kekerasan dan korban TPPO terhadap perempuan melalui penguatan kapasitas, pengetahuan dan keterampilan dalam penegakan hukum yang responsif gender dan mementingkan kepentingan terbaik untuk anak.

Kegiatan ini diikuti 30 peserta. Hadir menjadi narasumber Sekretaris Deputi PHP Kemen PPPA Prijadi Dantosa, Fasilitator dari Polda Kaltim AKBP qori Kurniawati dan Fasilitator dari Kejaksaan Tinggi Kaltim Suhardi. (dell)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.