ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Mengenal Keindahan Ta a dan Sapei Sapaq

May 5, 2011 by  
Filed under Wisata

Share this news

ANGGUN dan indah jika orang Dayak Kenyah memakai pakaian adat, laki laki dan perempuan baik tua maupun muda.
Corak khas suku dayak kenyah yang terbentuk dari susunan manik-manik beraneka warna tampak kontras menghiasi kain  hitam, yang diapakai sebagai bahan dasar pakaian adat itu. Sehingga menunjukkan makna suku dayak yang memanfaatkan alam dengan arif di kehidupan sehari-hari.

Sam Ien (tengah) salah satu pengrajin baju adat Dayak Kenyah bersama cucunya saat pesta panen Mecaq Undat

Sam Ien (tengah) salah satu pengrajin baju adat Dayak Kenyah bersama cucunya saat pesta panen Mecaq Undat

Keindahan itu bisa dijumpai di Desa Ritan Baru dan Tukung tukung Kecamatan Tabang, Kutai Kartanegara pada saat pesta panen tiap bulan Mei. Semua warga desa tersebut mengenakan pakaian adat mereka.

Pakaian adat untuk wanita di namakan Ta a dan sapei sapaq untuk laki- laki. Biasanya pakaian adat itu mereka kenakan saat acara besar dan menyambut tamu agung.

Ta a terdiri dari da a, yaitu semacam ikat kepala yang terbuat dari pandan biasanya diapakai untuk orang tua. Atasan atau baju dinamakan sapei inoq dan bawahannya atau rok disebut ta a. Atasan dan bawahan ini semuanya dihiasi dengan manik-manik. Wanita yang memakai ta a ini biasanya melengkapi dengan uleng atau hiasan kalung manik  yang untaiannya sampai bawah dada.

Sedangakan Sapei sapaq yang dikenakan laki-laki pada umumnya hampir sama dengan motif pakaian adat perempuan. Namun Sapei sapaq atasannya dibuat berbentuk rompi, dan bawahannya adalah cawat yang disebut abet kaboq. Biasanya para pria melengkapi sapei sapaq dengan mandau yang terikat dipinggang.

Sam Ien, adalah salah satu pengrajin pakaian adat dayak kenyah di Ritan Baru mengatakan motif tumbuh-tumbuhan khas dayak kenyah di pakaian adat itu juga dipadukan dengan gambar hewan misalnya harimau dan burung enggang.

“Jika di pakian adat itu ada gambar enggang atau harimau, berarti yang memakainya keturunan bangsawan. Kalau hanya motif tumbuhan saja berarti orang biasa,” ujar nenek 15 cucu itu sambil menunjukkan beberapa contoh pakian adatnya saat ditemui dikediamannya baru-baru ini.

Sejak 1993 hingga sekarang, isteri mantan Kepala adat dayak kenyah tukung ritan, Merang itu sudah lupa berapa pasang pakian adat yang sudah dibuatnya. Biasanya satu stel pakian adat diselesaikannya dalam waktu dua bulan. Hal itu karena merajut manik membentuk motif ukiran khas kenyah yang memang memerlukan kesabaran, ketekunan dan keahlian khusus.

Pakian adat yang dibuatnya selain untuk diapakai sekeluarga, ada juga yang dibeli orang yang berkunjung kekediamannya. Bahkan buah tangannya juga banyak diminati di negeri tetangga, yaitu Malaysia.

“Saya punya keluarga di Serawak, jadi banyak orang serawak yang pesan baju adat ke saya. Biasanya dihargai senilai dua juta rupiah,” ujarnya.

Sam ien mengaku resah, saat ini anak cucunya belum ada yang berminat meneruskan keahlian  membuat pakian adat yang didapatkannya secara turun temurun itu.

“Anak cucu saya belum ada yang mau teruskan. Untuk menjaga  kelestarian pakian adat ini saya bersedia mengajarkan keahlian saya kepada orang lain yang berminat,” ungkapnya sambil mengerutkan dahinya. (vb/heru)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.