Jejak Tenang Desa Penglipuran, Tradisi Bukan Sekadar Romantisme

November 30, 2025 by  
Filed under Wisata

BANGLI — Perjalanan sore dari Denpasar menuju Bangli serasa teka-teki kesabaran. Kendaraan mengular sejak Padangsambian, merayap kembali di Kesiman, lalu menanjak pelan di jalur berkabut menuju dataran tinggi. Langit berputar dari biru ke kelabu, seakan mengabari ada sesuatu yang layak disambut di ujung rute itu.

Tujuan kami, Desa Adat Penglipuran, kawasan Bali Aga yang sering disejajarkan dengan Shirakawa-go karena keteraturan tata ruangnya. Namun jauh sebelum predikat “desa terbersih di dunia” menjadi stempel wisata modern, Penglipuran sudah lama teguh berdiri pada satu pijakan kuno ngelingang, mengingat. Mengingat asal-usul, mengingat leluhur, mengingat jalan pulang.

Nama Penglipuran lahir dari kata pengeling (mengingat) dan pura (tempat suci). Itulah petunjuk paling sederhana untuk memahami desa ini: ia bukan hanya ruang tinggal, melainkan ruang kembali. Penduduknya merupakan keturunan Desa Bayung Gede, salah satu desa tua yang sejak abad ke-14 konsisten menjaga adat seperti menjaga denyut nadi sendiri.

Memasuki gerbang desa, jalur paving lurus terbentang seperti penggaris yang menuntun pada ketertiban. Rumah-rumah tradisional berjajar simetris, masing-masing dengan angkul-angkul serupa. Tidak ada kabel semrawut, tidak ada bangunan yang berani menentang awig-awig keteraturan di sini bukan dipaksakan, tetapi disepakati.

Kunjungan kali ini bertepatan dengan Hari Raya Galungan. Penjor masih tegak di setiap halaman, wisatawan berjalan pelan mengikuti arus jalur utama, dan aroma dupa lembut menetap di udara campuran antara perayaan dan ketenangan.

Di tengah keramaian, seorang wisatawan asal Samarinda, Melisa, berhenti sejenak untuk mengambil foto di depan angkul-angkul. Kesan pertamanya lugas namun berlapis kekaguman.

Melisa sudah mengunjungi beberapa tempat di Bali. Menurutnya, Penglipuran ini berbeda. Rapi, adem, dan nggak ada yang dibuat-buat.

“Seperti masuk ke masa lalu tapi nggak kehilangan kenyamanan,” ujarnya.

Tak jauh dari pintu masuk, kami menyewa pakaian adat kebaya, kamen, dan selendang prada untuk perempuan, baju safari putih, kamen, dan udeng untuk laki-laki. Ada sensasi halus yang muncul seolah baru setelah mengenakan busana adat itulah kaki kami betul-betul melangkah ke cerita Penglipuran.

Kami menuruni jalur utama perlahan, berhenti berfoto, menyapa warga, dan membiarkan cahaya sore memantul lembut dari permukaan paving yang masih basah sisa hujan. Setiap langkah terasa seperti membaca halaman buku yang ditulis oleh waktu.

Aroma durian lokal kemudian datang dari warung kecil di sisi jalan. Seorang ibu menawarkan durian yang baru dibelah sore itu, manis, lembut, dengan wangi yang sulit ditolak setelah perjalanan panjang. Kami duduk di bale-bale bambu, berbagi tawa sambil menunggu rintik terakhir turun dari langit.

Momen itu sederhana, tapi justru menjadi penutup yang paling utuh. Jika Ubud ibarat jantung seni Bali modern, maka Penglipuran adalah denyut yang lebih tua, lebih sunyi, lebih teratur, dan lebih setia pada ingatan.

Menjelang magrib, desa berubah. Lampu dari pekarangan menyala satu-satu, suara langkah wisatawan melambat, udara tinggi Bangli mengirim seberkas dingin. Di titik ikonik tengah jalur utama, kami berhenti sekadar membiarkan keheningan bekerja tanpa perlu dijelaskan. (intan Tarbiatul Wardah)

 

“Cak…cak…cak…” Menggema Menembus Gelap

November 23, 2025 by  
Filed under Wisata

Pertunjukan Tari Kecak

BADUNG- BALI – Tepat pukul 7 malam, langit Uluwatu jatuh dalam gelap yang pelan-pelan menelan cahaya. Hanya siluet tebing dan sinar obor yang menyala di tengah arena, membentuk lingkaran cahaya kuno yang terasa seperti gerbang menuju dunia lain.

Di waktu inilah Sanggar Tari Karang Boma Desa Adat Pecatu memulai pertunjukan Kecak, tarian Bali tanpa gamelan yang justru mengguncang karena kekuatan suara manusia. “Cak…cak…cak…” bergema seperti mantra purba, membawa para penonton masuk ke dalam kisah Ramayana yang diceritakan ulang dengan tubuh, napas, dan api.

Malam membuat segalanya terasa seperti mistis. Seolah bukan menyaksikan pertunjukan, tetapi justru sedang dipanggil menjadi bagian dari cerita.

Kecak lahir dari tradisi Sang Hyang, ritual trans untuk berkomunikasi dengan para leluhur. Dalam gelap yang hanya diterangi obor, unsur sakral itu terasa lebih kuat. Api menari, bayangan para penari bergoyang, dan suara “cak” menjadi denyut nadi dari sebuah warisan budaya yang hidup dari generasi ke generasi.

Kisah Ramayana pun mengalir, Kijang Emas muncul, Sita diculik Rahwana, Hanoman hadir sebagai penyelamat, hingga perang besar di penghujung cerita. Semuanya dihidupkan oleh tubuh, suara, dan cahaya api tanpa alat musik, tanpa efek. Murni manusia dan tradisi.

Di antara ratusan penonton malam itu, ada Ageng, seorang wisatawan yang untuk pertama kalinya menyaksikan Kecak secara langsung. Ia duduk di barisan tengah, wajahnya terpaku sejak lingkaran penari mulai bersuara.

“Saya sudah lihat cuplikannya di internet, tapi jam tujuh malam begini… suasananya beda sekali,” ujar Ageng, Sabtu (22/11/2025).

Malam yang gelap, suara ombak, angin… semuanya bersatu. Baru kali ini Ageng merasa pertunjukan bisa sampai ke hati. Dikatakan Ageng, adegan-adegan Ramayana terasa lebih hidup karena atmosfer malam membuat emosi penari dan penonton bertemu di tengah.

“Waktu Hanoman loncat-loncat di atas api, saya benar-benar merinding,” katanya.

Ageng bisa lihat wajah penonton lain tercengang. Semua ikut masuk ke dalam ceritanya. Menurutnya, pertunjukan malam memberi kesan spiritual yang tidak mungkin dirasakan pada siang hari.

“Api itu kelihatan lebih kuat saat malam. Suara ‘cak’ juga lebih bulat. Rasanya seperti tradisi ini sedang memeluk kita sebagai tamu,” tambahnya.

Dalam gelap, ekspresi penonton justru lebih tampak. Cahaya obor menyisakan sorot mata yang terkejut, tegang, atau terharu pada setiap pergantian adegan. Anak kecil memeluk orang tuanya saat Rahwana muncul. Turis-turis asing terdiam ketika Sita menjerit. Dan saat adegan perang besar, banyak yang tak sadar maju sedikit ke depan, seolah ingin lebih dekat dengan panggung.

Bagi Ageng, ini bukan sekadar tontonan. Kecak ini bukan hanya tarian yang ditonton.

“Saya merasa seperti duduk di antara legenda,” ujarnya.

Pertunjukan berakhir saat suara “cak” mereda, api mengecil, dan lingkaran penari menunduk memberi penghormatan. Tepuk tangan panjang menggulung dari barisan penonton, tapi yang tersisa adalah rasa hangat dari tradisi yang tetap hidup.

Malam pun kembali sunyi, kecuali gema ritual kuno yang masih menggantung di udara. (intan)

 

Desa Pela Jadi Sorotan Wisata Berkat Kemunculan Pesut

November 18, 2025 by  
Filed under Wisata

Pesut Mahakan terlihat di peairan desa wisata Pela

Kutai Kartanegara – Desa Pela di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) semakin menarik perhatian sebagai destinasi wisata berbasis alam setelah kemunculan pesut Mahakam yang semakin sering terlihat pada sore hari. Kondisi ini membuat desa tersebut menjadi salah satu ikon wisata sungai di Kalimantan Timur.

Sekretaris Dinas Pariwisata (Dispar) Kaltim, Restiawan Baihaqi, menegaskan bahwa terkait dua pesut yang ditemukan mati beberapa waktu lalu, penyebabnya bukan akibat aktivitas wisata melainkan faktor usia.

“Saya ikuti semua informasinya. Kematian itu karena umur. Sekarang juga tidak ada lagi jaring di pinggir sungai,” jelasnya, Selasa (18/11/2025).

Ia juga mengapresiasi para motoris perahu yang kini sangat berhati-hati saat melintas di sungai.

“Motoris sekarang kalau lewat sore pelan sekali supaya tidak kena baling-baling. Ini kesadaran yang baik,” tambahnya.

Menurut Baihaqi, populasi pesut sekitar 60–62 ekor memang rawan turun karena faktor reproduksi yang lambat. Namun kondisi alam di Pela cukup baik dan aktivitas wisata tidak mengganggu habitat pesut selama tetap tertib.

Penguatan desa wisata seperti Pela merupakan bagian penting dari Jospol poin 5, yang menekankan pariwisata berbasis desa dan masyarakat. Restiawan menilai bahwa desa wisata memberikan dampak langsung kepada warga lewat homestay, kuliner, dan jasa transportasi.

Selain itu, isu ini terkait erat dengan Jospol poin 8 mengenai revitalisasi Sungai Mahakam untuk transportasi dan pariwisata.

“Pela ini contoh bagaimana sungai bisa dimanfaatkan tanpa merusak ekosistem, Kita akan terus perkuat desa wisata seperti ini agar bisa bersaing di tingkat nasional,” tutup Baihaqi. (yud/adv diskominfo kaltim)

Kaltim Sasar Wisman Kazakhstan Lewat Penawaran Eco-Tourism dan Rute Bali–Kaltim

November 18, 2025 by  
Filed under Wisata

SAMARINDA – Pemerintah Provinsi Kaltim kini menargetkan pasar baru dari Kazakhstan, negara yang selama ini dikenal tidak memiliki laut, hutan, maupun danau, sehingga sangat tertarik pada wisata alam. Kaltim melihat peluang besar untuk menawarkan paket eco-tourism sebagai daya tarik utama.

Sekretaris Dinas Pariwisata (Dispar) Kaltim, Restiawan Baihaqi, mengatakan bahwa awal Desember pihaknya akan menggelar pertemuan daring dengan perwakilan wisata Kazakhstan untuk membahas pola kerja sama.

“Wisatawan Kazakhstan sekarang banyaknya ke Bali. Kita ingin menarik mereka untuk menambah masa tinggal 2–3 hari di Kaltim,” ujarnya, Selasa (18/11/2025)

Ia menjelaskan, rute yang disiapkan adalah Bali–Kaltim–Jakarta sebelum wisatawan kembali ke negara asal. Dengan demikian, Kaltim dapat memanfaatkan kunjungan wisatawan yang sudah berada di Indonesia untuk memperluas pasar.

“Kita tarik wisatawan yang sudah di Bali untuk masuk ke Kaltim. Harga pesawat sekarang juga sudah lebih terjangkau. Paketnya juga sudah disiapkan teman-teman agen travel,” kata Baihaqi.

Menurutnya, wisatawan Kazakhstan sangat menggemari alam. Karena itu, Kaltim menyiapkan paket yang berfokus pada eco-tourism seperti kunjungan ke IKN, Gua Tapak, wisata alam sekitar IKN, budaya di Pampang, hingga destinasi di Kukar.

“Kalau waktunya banyak, kita tarik lebih jauh lagi. Semua ada paketnya,” tambahnya.

Peluang ini sejalan dengan Jospol poin 5, yaitu pengembangan pariwisata berbasis alam dan desa. Restiawan menilai kekuatan Kaltim ada pada hutan, budaya, dan kawasan pesisir yang belum tersentuh wisata massal sehingga menawarkan pengalaman otentik.

Selain itu, strategi ini juga masuk dalam Jospol poin 9, yakni kemudahan kerja sama internasional. Restiawan optimistis pasar Kazakhstan dapat menjadi penopang baru sektor pariwisata Kaltim.

“Yang penting kita siap menarik mereka ke sini. Saya optimis ini bisa berjalan,” tutupnya. (yud/adv diskominfokaltim)

Brunei Siapkan FAMTRIP ke Kaltim

November 17, 2025 by  
Filed under Wisata

BALIKPAPAN – Kunjungan agen travel dari Brunei Darussalam diproyeksikan meningkat pada akhir tahun ini setelah pemerintah Brunei menjadwalkan pengiriman 5–10 agen travel untuk mengikuti FAMTRIP ke Kalimantan Timur. Program ini dinilai sebagai langkah besar untuk mempromosikan destinasi Kaltim secara langsung kepada pasar Brunei.

Sekretaris Dinas Pariwisata  (Dispar) Kaltim, Restiawan Baihaqi, membenarkan bahwa pihaknya akan menggelar rapat khusus pada akhir November untuk mematangkan agenda tersebut.

“Mereka ingin turun langsung melihat lokasi wisata. Kita akan dampingi agar mereka memahami potensi Kaltim,” ucapnya, Senin (17/11/2025).

Menurut Baihaqi, sejumlah destinasi di Balikpapan akan menjadi tujuan utama, seperti Samboja Lodge, Gua Tapak Raja, dan lokasi wisata pantai seperti Like View.

“Nanti kita atur waktunya karena biasanya tempat-tempat itu penuh di hari Sabtu-Minggu. Kita harus atur agar mereka bisa lihat lebih lengkap,” katanya.

Ia menegaskan, jika FAMTRIP berjalan baik, agen-agen Brunei dapat menjadi pintu masuk promosi wisata Kaltim di pasar mereka. Paket wisata pun bisa disesuaikan dari Balikpapan ke Samarinda atau Kukar sesuai waktu kunjungan.

Baihaqi juga menyebut Kukar sebagai kawasan dengan potensi besar karena memiliki banyak desa wisata, termasuk Desa Pela yang kini terkenal sebagai lokasi munculnya pesut Mahakam.

“Kukar itu banyak potensi. Kalau wisatawan punya waktu 7 hari, semuanya bisa dieksplor,” tambahnya.

FAMTRIP dari Brunei sejalan dengan Jospol poin 9, yang menekankan kerja sama internasional untuk memperluas pasar wisata. Di saat yang sama, kunjungan tersebut juga memperkuat poin 5 Jospol karena desa wisata dan destinasi lokal menjadi pusat perhatian.

“Tinggal nanti bagaimana kita mengatur waktu kunjungan mereka. Yang penting kita siap menyambut,” tutup Baihaqi (yud/adv diskominfo kaltim)

Next Page »

  • vb

  • Pengunjung

    898668
    Users Today : 1367
    Users Yesterday : 2949
    This Year : 747043
    Total Users : 898667
    Total views : 9536448
    Who's Online : 32
    Your IP Address : 216.73.216.55
    Server Time : 2025-12-05